Minggu, 19 Februari 2017 merupakan hari dimana project 17 Ketimbang Ngemis Jakarta (KNJ) diadakan. Tempat berkumpul tim KNJ untuk project 17 ini ditentukan di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Cuaca saat itu kurang bersahabat, tidak hanya mendung, melainkan hujan deras mengguyur seluruh daerah Jakarta sehingga project 17 KNJ diundur satu jam, dari jam 09.00 WIB menjadi jam 10.00 WIB.
Meskipun cuaca saat itu kurang baik, semangat tim KNJ pada kegiatan ini tidak pernah surut bahkan semakin bersemangat dikarenakan terdapat tambahan volunteers yang cukup banyak untuk berkontibusi pada project ini.
Walaupun hujan tidak kunjung henti hingga pukul 12.00 WIB kegiatan eksekusi tetap dilakukan. Usai pembagian tim eksekusi sudah selesai dan donasi sudah dibagikan ke masing-masing tim untuk diberikan kepada sosok mulia (solia), kami pun langsung bergegas ke lokasi solia yang akan dituju.
Tim kami menuju ke daerah Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, tempat tinggal kakek Bunadi (72 tahun), penjual bakpao. Kakek yang berasal dari Solo ini sudah lama tinggal di ibukota Jakarta, yakni sejak 1995. Sudah banyak macam pekerjaan yang beliau geluti, mulai dari kuli bangunan, penjual mie ayam hingga saat ini menjadi penjual bakpao. Alasan beliau masih setia berjualan di usia senja adalah selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beliau juga merasa selama masih bisa untuk bekerja maka tak ada alasan kita harus meminta bahkan kepada anak kandung sekalipun.
Di Jakarta beliau tinggal bersama dengan teman-teman sesama penjual bakpao di sebuah kontrakan milik pabrik bakpao. Tidak ada biaya yang diminta oleh pemilik pabrik bakpao terkait sewa kontrakan tersebut. Hanya saja kakek Bunadi dan kawan-kawannya ikut serta dalam pembuatan bakpao yang kemudian dijual oleh mereka dengan berkeliling.
Lokasi beliau berjualan di seberang Masjid Al Fida, Halim Perdana Kusuma, tepat di pinggir jalan besar. Harga bakpao yang belia jual per buah adalah Rp8 ribu jika membeli dua buah lebih murah, Rp15 ribu. Harga yang cukup murah untuk panganan yang mengenyangkan ini. Penghasilan beliau tidaklah menentu. Namun setiap harinya beliau bisa menjual 20 hingga 40 buah dan tidak jarang orang memberikan uang lebih saat membeli bakpaonya. Beliau masih memiliki keluarga, istri dan ketiga anaknya yang semuanya tinggal di Solo.
Hujan yang masih setia menemani kegiatan kami menuju tempat tinggal kakek Bunadi membawa rasa was-was pada diri kami sebab tempat tinggal kakek Bunadi tidak jauh dari sungai. Kami khawatir lokasi menuju lokasi kakek Bunadi akan banjir karena biasanya saat hujan turun, sungai tempat tinggal kakek meluap dan membanjiri jalan menuju lokasi tempat tinggal beliau.
Ketakutan kami pun menjadi kenyataan. Sesaat kami sampai di gang atau jalan kecil menuju tempat tinggal kakek, banjir sudah menggenangi jalan tersebut. Tampak motor yang berjejer di pinggir jalan demi menghindari mesin yang terendam.
Kami mencoba berbagai macam alternatif jalan menuju lokasi kakek Bunadi namun tidak berhasil juga dikarenakan semua jalan yang menuju lokasi kakek digenangi air hingga kurang lebih satu meter. Akhirnya kami memutuskan untuk menunda pemberian donasi ke kakek Bunadi dan akan dilanjutkan pada hari berikutnya. Kami berharap banjir akan surut sesegera mungkin agar donasi segera diberikan dan kakek Bunadi bisa berjualan bakpao. Lokasi kakek berjualan bakpao haruslah menerobos banjir tersebut. Jika banjir belum juga surut, ada kemungkinan kakek Bunadi tidak dapat berjualan.
Malam harinya setelah project 17 selesai kami menuju lokasi kakek Bunadi berjualan, berharap beliau ada di lokasi tersebut. Ternyata beliau berjualan pada saat itu. Akhirnya donasi pun diberikan kepada kakek Bunadi. Kagetnya beliau saat kami memberikan donasi dan bahkan beliau menangis. Hanya ucapan terima kasih yang beliau berikan kepada kami, tim KNJ dan juga donatur. Beliau berencana donasi ini untuk biaya kebutuhan keluarga beliau di kampung.
Bantuan kita sangat berarti bagi orang-orang seperti kakek Bunadi. Mereka yang setiap hari bekerja dengan penghasilan pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Uluran tangan kita akan mempererat hubungan kita dangan kaum papa seperti kakek Bunadi.
Editor: Eny Wulandari