Kakek Syarif merupakan sosok mulia atau solia yang menerima bantuan dari donatur dalam project eksekusi KNJ ke-59. Beliau kini berumur 67 tahun yang tetap bekerja tanpa mengenal hari libur dan sepenuh hati.
Sudah sejak tahun 80an, kakek Syarif telah menjual berbagai macam makanan, seperti gorengan dan jagung rebus. Hingga akhirnya pada 2012, beliau memutuskan untuk berjualan buah potong segar di depan rumah mewah daerah Condet, Jakarta Timur, mulai dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Kakek tinggal di sebuah kontrakan yang tidak jauh dari tempatnya berjualan dengan biaya Rp950 ribu per bulan dan mengeluarkan Rp20 ribu per tiga hari untuk membeli token listrik.
Pendapatan kotor kakek rata-rata sekitar Rp50 ribu per harinya namun itupun masih belum menentu. Cuaca turut berperan penting terhadap pendapatan yang diterima kakek.
Beliau mengatakan, “Kalau musim hujan, suka engga laku jualannya. Akhirnya dibagi-bagi ke tetangga supaya nggak busuk. Ga mau dijual lagi karena rasanya udah ga segar. Kita ga mau ngecewain pelanggan yang udah percaya.”
Bagi kakek Syarif, kepuasaan pelanggan adalah nomor satu, bahkan beliau tidak berani menaikkan harga dagangnya dari Rp2 ribu per potong menjadi Rp2.500 per potong karena takut pelanggan akan kabur.
Seusai kakek berjualan dan kembali ke rumah, beliau tidak beristirahat melainkan pergi ke pasar induk di Kramat Jati untuk membeli buah yang akan dijualnya esok pagi. Kakek membeli sekitar 10 kg semangka yang ia bawa menggunakan sepeda tuanya untuk kembali ke rumah.
Tak jarang, kakek mengalami kecelakaan kecil, seperti jatuh ataupun sepedanya rusak karena beban yang dibawanya terlalu berat. Kakek syarif berjualan dibantu oleh sang istri. Sang istri setia membantu kakek dari memotong buah pada pukul 2 pagi, membuatkan es batu supaya buah tetap dingin dan tak jarang bergantian menjaga gerobak buahnya ketika kakek sedang sholat dan ingin beristirahat sejenak.
Dengan penuh syukur beliau menerima bantuan peralatan jualan seperti talenan dan pisau buah. Kakek Syarif juga mendapatkan payung baru sebagai pengganti payungnya yang tak layak pakai, jaket, topi, T-shirt, dan totebag. Ketika menerima donasi uang tunai, beliau sempat tak percaya dan menitikkan air mata sembari mengucapkan terima kasih.
Editor: Eny Wulandari