Kisah kami bersama dengan kakek Asmat, salah satu penerima donasi dari donatur Oktober 2016, menarik untuk dibagi di sini sebab mengajak kami berpetualang untuk mencari sosok inspiratif yang satu ini.
Cerita bermula saat seorang netizen mengirimkan foto kakek Asmat ke KNJ. Dalam foto tersebut, beliau terlihat sedang berjualan amplop di tangga dekat toko seragam Romi Jaya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto yang dikirimkan sangat menyentuh, terlihat kakek tua yang duduk dengan baju seadanya dan memegang beberapa dus amplop untuk dijual. Jika kita sadar, saat ini jarang sekali orang membeli amplop kecuali waktu-waktu tertentu. Dari situ kita bisa memperkirakan bahwa keuntungan yang didapat dari kakek Asmat dalam berjualan amplop minim. Untungnya masih banyak yang sengaja membeli amplop yang ia jual karena peduli dan kasihan.
Kisah berlanjut pada 18 Oktober 2016 sekitar pukul 20.00 WIB. Kami mulai mencari beliau mulai dari stasiun Pasar Minggu. Kami menelusuri dan mencari lebih spesifik tempat yang dimaksudkan oleh informan tersebut kepada tim KNJ, mengingat informasi yang diberikan kurang spesifik. Setelah bertanya-tanya mengenai lokasi detil dan sempat diarahkan ke tempat yang salah akhirnya kami menemukan tempat berjualan kakek Asmat. Tempat tersebut terletak di pasar RD, Pasar Minggu. Kakek Asmat berjualan di tangga di dalam pasar tersebut, persisnya berada di dekat dengan toko baju Romi Jaya. Sungguh sayang hari itu kami tidak menemukan kakek Asmat karena beliau hanya berjualan di siang hari.
Esok harinya kami kembali ke tempat tersebut. Kali ini berangkat pagi, sekitar pukul 10.00 WIB. Bersyukur petugas keamanan di pasar tersebut memberitahu kepada kami bahwa kakek Asmat sedang berjualan di pasar tersebut. Perasaan gugup sekaligus senang kami rasakan saat pertama kali menjumpai beliau. Kami mengajak kakek berpindah ke tempat yang lebih kondusif.
Kakek Asmat mengajak saya untuk duduk di dekat stasiun lalu bercakap-cakap. Beliau menceritakan mengenai kehidupan pribadinya seperti masa muda dan situasi keluarganya saat ini. Terlihat kegigihan, semangat dan hawa positif dari kakek Asmat. Ia menceritakan semasa muda beliau bekerja sebagai kuli di Jakarta. Semangatnya sangat tinggi hingga dia menikah di umur yang relatif telat untuk ukuran orang Indonesia. Setiap harinya beliau menjadi kuli dan bekerja di berbagai tempat bahkan mempunyai pelanggan reguler. Apa pun pekerjaan yang bisa dilakukan oleh beliau pasti kerjakan. Selain menjadi kuli, pekerjaan serabutan lainnya pun ia kerjakan bahkan hingga saat ini semangat tersebut masih terlihat.
Kakek Asmat bercerita bahwa sebenarnya beliau masih bersedia untuk mengerjakan pekerjaan kasar, seperti kuli barang, bangunan atau sekadar kuli membawakan barang-barang orang yang berbelanja di pasar. Hanya saja orang-orang tentu tidak tega membiarkan kakek Asmat bekerja kasar dan membawakan barang-barang beratnya. Itulah alasannya mengapa kakek Asmat berjualan amplop dan kantong plastik dengan pendapatan antara Rp40 dan Rp60 ribu per harinya. Walaupun dengan keadaan yang sulit dimana kakek Asmat mempunyai istri dan enam anak perempuan yang rata-rata umurnya remaja dan tidak bekerja, ia terlihat sangat tenang dan positif menjalani hidupnya. Ia mengatakan bahwa yang penting ia sudah berusaha yang terbaik setiap harinya.
Tidak mudah bagi kakek Asmat bertahan berjualan di pasar tersebut karena ia tidak mempunyai tempat tinggal. Kakek Asmat hanya pulang sekitar tiga hari sekali ke tempat tinggalnya di Bojong Gede, Bogor. Untuk pergi berjualan kakek Asmat bangun sekitar pukul 03.00 WIB lalu berjalan kaki menuju stasiun. Lalu kakek Asmat berangkat jam 04.00 WIB naik kereta dari stasiun Bogor ke stasiun Pasar Minggu. Bersyukur seorang petugas keamanan mengizinkan kakek Asmat bermalam di sebuah toko yang sudah tutup pada malam hari walau dengan keadaan yang seadanya. Namun hal tersebut dianggap lebih baik dibandingkan jika kakek Asmat harus tidur di pasar tempat ia berjualan.
Beliau sangat berterimakasih dan bersyukur menerima bantuan dari donatur melalui KNJ. Beliau terlihat bahagia, seakan tak percaya. Ia mengatakan uang tersebut ingin digunakan sebagai modal berjualan baik untuk dirinya maupun istrinya. Semoga bantuan dari donatur bermanfaat bagi kakek Asmat dan keluarga.
Penulis : Mentari Novel
Editor : Eny Wulandari