what's on|

Setiap melakukan survei sosok mulia atau solia selalu menghadirkan cerita tersendiri bagi kami selaku relawan KNJ. Tak melulu proses memverifikasi solia berjalan mudah. Ada kalanya kami bertemu dengan solia yang menjadi target kami sekali jalan tetapi ada pula yang harus berkali-kali berusaha. Sudah bertemu target solia pun tidak semua lalu berlangsung mulus. Pernah kami ditolak oleh solia bernama kakek Pian, seorang penjual rambut nenek. Sehari-hari beliau berjualan rambut nenek di depan SD Petamburan 05/06.

Kami mencoba mendatangi kakek beberapa kali dengan beberapa relawan yang berbeda tetapi hasilnya sama. Rasa senang kami akhirnya dapat bertemu dengan beliau harus berbuntut kekecewaan sebab sang kakek menolak kami ajak ngobrol. Kami juga diusir dan diminta untuk tidak lagi mencari beliau. Saat kami ke sana beliau memberi kami rambut nenek tetapi menolak menerima uang pembayaran dari kami.

Namun demikian, kami terharu sebagian besar solia yang kami temui orangnya sungguh baik dan memang membutuhkan pertolongan. Sebagai contoh, solia atas nama bapak Amin. Beliau bekerja sebagai pemulung di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan. Sang kakek terlihat berjalan dengan menyeret kakinya sambil membawa karung plastik saat kami melihat beliau. Awalnya, sang kakek agak takut tetapi setelah kami mengajak beliau ngobrol beliau orangnya baik dan kooperatif. Sang kakek dari kecil menderita polip yang menyebabkan dirinya sering diolok-olok oleh orang lain sebab tak bisa berjalan secara normal. Kakek Amin pada akhirnya sembuh dengan melakoni pengobatan tradisional. Kini kakek menderita asam urat.

Kakek Momon menghadirkan cerita lain lagi. Pada awalnya kami memilih mensurvei beliau sebab lokasi berjualan yang terhitung dekat dengan tempat tinggal kami. Beliau menjual kaos kaki di stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat. Tetapi kenyataannya tak mudah menemukan beliau. Kami pernah mencoba mencari beliau dari pagi hingga sore hasilnya tetap nihil. Info tambahan lain menyebutkan sang kakek tidak mempunyai tempat tinggal di Jakarta. Beliau biasa tidur di masjid Cut Nyak Dien atau di depan salah satu toko di dekat masjid tersebut.

Hingga kami pun meminta kontak penjual nasi goreng di depan masjid tersebut. Setelah empat kali survei tanpa hasil akhirnya sang penjual nasi goreng menghubungi kami lalu menginformasikan beliau ada di masjid tersebut. Kami sangat bahagia akhirnya dapat berjumpa dengan beliau malam itu. Beliau ternyata berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Di usianya yang menginjak 76 tahun, kakek super ramah ini hidup sendirian di ibukota. Beliau pernah dipalakkin oleh preman hingga dompet beserta isinya raib.

Suka duka dalam mencari atau mensurvei sudah jadi bagian dari rutinitas kami setiap bulannya. Jika sudah bertemu dengan solia yang kami maksud kami biasanya menanyakan berapa lama beliau berjualan, tempat tinggal beliau dan pastinya menanyakan alasan mereka berjualan. Apabila mereka mengontrak kami akan menanyakan berapa biaya kontrakan mereka. Tak lupa kami turut menanyakan asal mereka dan dimana keluarga mereka sekarang.

Usai memastikan solia layak memperoleh donasi dari donatur maka kami menentukan donasi apa yang akan mereka dapatkan; uang dan pakaian baru tanpa sembako atau kesemuanya. Sekiranya sang target solia berjualan keliling atau bertemu di jalan biasanya kami tidak menyerahkan sembako sebab mereka akan keberatan dalam membawanya.

Editor: Eny Wulandari

 

 

 

 

One Reply to “#CeritaRelawan: Pernah Ditolak Solia Saat Survei”

  1. ilham says:

    nampaknya semangat relawan tak kunjung padam seperti para solia yang menolak menyerah pada keadaan . salut sma kalian .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close Search Window