Eksekusi Bulan Ini, what's on|

Melewati gang sempit dengan jalanan penuh batu membawa kami menuju ke sebuah tempat kost sekaligus lapak barang bekas di Jalan Pinang gang 2, Lagoa, Jakarta Utara. Saat sampai di sana, kami langsung masuk ke tempat kost tersebut sebab tak ada daun pintu yang mesti kami buka. Tumpukan barang bekas, besi mau pun plastik, memenuhi bagian depan. Ada pula kompor dan alat memasak seadanya. Ada sebuah toilet plus kamar mungil tempat tidur sekaligus menaruh barang penting.

Di situlah nenek Fatonah, 60 tahun, tinggal dan bekerja. Sosok mulia atau solia ini merupakan salah satu penerima donasi titipan donatur dalam project eksekusi Ketimbang Ngemis Jakarta April lalu, edisi ke-30. Nenek Fatonah figure yang ramah, halus bicaranya dan berbaik hati. Di balik wajahnya yang masih terlihat ayu dan berbadan mungil, tersimpan cerita penuh perjuangan nenek yang sempat membuat tim KNJ terharu mendengarkannya.

Nenek asli orang Brebes, Jawa Tengah. Beliau merantau pertama kali ke Bandung mengikuti almarhum suami dan bekerja di sana sebagai buruh pabrik. Namun, naas. Siapa sangka nenek harus kehilangan tangan kanannya karena kecelakaan saat bekerja akibat keisengan orang yg tidak suka pada nenek. Semenjak itu nenek tidak bekerja lagi. Rumah yang diberikan bosnya harus nenek jual untuk pergi merantau ke Jakarta.

Pertama kali datang ke Jakarta, nenek memulai bisnis becak namun usaha ini pun gagal sebab beliau harus menanggung kerugian akibat dicurangi dan dibohongi. Modal nenek pun habis untuk membeli becak. Tidak memiliki harta apa-apa lagi. Tidak ingin meminta minta, akhirnya nenek memutar otak bagaimana caranya agar bisa hidup di kota besar seperti Jakarta ini. Akhirnya, nenek meminjam modal dari tetangganya untuk berjualan makanan lalu pakaian. Namun lagi-lagi nenek dicurangi oleh orang lain.

“Waktu itu nenek jualan teh manis udah nenek jajakin di gelas, eh ada orang iseng naruh kotoran tikus di dalam minumannya, jadi orang nganggep dagangan nenek jorok. Padahal nenek tahu betul kalau itu bersih,nggak mungkin nenek mau jualan jorok nak,” cerita nenek dengan nada yang sedih.

Nenek juga pernah dibohongi waktu berjualan sandal. “Nenek juga pernah nak dikibulin sama tetangga nenek yang nggak suka sama nenek. Bilangnya mau beli sandal sampai mesen banyak. Sudah nenek belikan tidak jadi beli, ya mau nggak mau kan akhirnya nenek jual kepada orang lain untuk modal lagi,” kenang nenek.

Setelah gagal dalam berdagang, tidak mampu untuk membayar hutang modal yang dipinjam dari tetangganya, hutang nenek semakin bertambah banyak sebab mesti membayar bunga atas hutangnya tersebut. Akhirnya nenek memutuskan untuk memulung guna memenuhi kebutuhan hidupnya, profesi yang sudah beliau lakoni hampir 20 tahun.

Nenek tidak setiap hari pergi untuk memulung. “Ya… paling seminggu empat kali nenek keliling untuk mengambil botol-botol atau A*ua gelas di beberapa warung yang sudah nenek bilang ke pemilik sebelumnya. Selebihnya nenek gunakan untuk membersihkan gelas biar dikiloinnya rada banyak nak,” ujar nenek.

Setiap kilogram hasil beliau memulung dijual antara Rp2 ribu dan Rp3 ribu. Beliau baru akan menjual hasil tangkapannya jika sudah mencapai minimal 20 kilogram. Tempat kost yang nenek tinggali sekarang berada tepat di samping sebuah masjid. Nenek tinggal seorang diri. Anak dan suaminya sudah meninggal dunia. Semua saudara kandungnya ada di Brebes. Meski mempunyai keponakan di Jakarta tetapi mereka tidak mengunjungi nenek, malah sebaliknya.

Alhamdulillah banyak orang yang sebelumnya tidak beliau kenal malah menyayangi dan membantu nenek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh, setiap Jumat, nenek mendapat bantuan sembako dari orang yang ditemuinya di jalanan. Donatur ini meminta nenek mengambil sembako di daerah pasar Mencos tempat dulu nenek tinggal. Nenek kadang merasa tidak enak karena selalu diberi tetapi donatur ini malah sedih jika nenek tak mengambil bantuan yang sudah ia siapkan secara tulus.

Kadang nenek dapet minum dari masjid sebelah tempat tinggal nenek juga. Ada juga seorang dermawan yang memberikan Rp100 ribu kepada nenek per bulan. Terkadang nenek tidak ke rumah orang tersebut untuk mengambil uangnya karena malu. Untuk biaya bayar kontrakan, terkadang pemilik tempat memberikan keringanan untuk nenek bayar seadanya. Jika hanya Rp50 ribu yang nenek punyai maka ia boleh hanya membayar sejumlah tersebut. Bahkan jika nenek tidak mempunyai uang, si empunya kost tidak memaksa nenek untuk membayar sewanya.

Ketika kami menyerahkan titipan donasi kepada nenek, beliau sangat bersyukur dan berterima kasih kepada para donatur. Beliau ingin memakai donasi tersebut untuk membayar bunga dari utang Rp1,2 juta yang pernah beliau pinjam. Sekarang nenek tinggal melunasi hutang bunga sebesar Rp1 juta. “Alhamdulillah nak nenek dapat rezeki, semoga Allah membalas kebaikan kalian”, ujarnya dengan mata yang berlinang.  Terima kasih juga, nek.

Editor: Eny Wulandari

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close Search Window