Siapa sangka di sebuah gang kecil di jalan D, tak jauh dari Kecamatan Kebon Jeruk, ada perkampungan mini pemulung di antara deretan rumah dalam kondisi bagus di sana. Begitu kita membuka pintu sebagai jalan masuk ke perkampungan tersebut, sejumlah tas kresek putih ukuran besar menyambut kita.
Tentu saja sampah, terutama gelas air mineral bekas pakai, dapat ditemukan dengan mudah di situ. Di dalam perkampungan tersebut, terdapat beberapa kamar terbuat dari kayu berukuran kecil. Di situlah bapak Mizwan, 33 tahun, dan keluarganya tinggal.
Bapak Mizwan merupakan salah seorang sosok mulia peserta project spesial kami, “Dare to Help” awal tahun ini. Program ini bertujuan ingin mengetahui apakah sosok mulia mau membantu relawan Ketimbang Ngemis Jakarta yang menyamar meminta tolong.
Pada 7 Januari 2018 lalu, dua relawan kami meminta air minum kepada bapak Mizwan dan istri beliau dan langsung saja keduanya mempersilahkan kami mengambil botol air mineral yang mereka punyai tanpa menaruh curiga apa pun.
Kami berkesempatan mampir ke tempat bapak Mizwan usai mengantar beliau dan keluarga berbelanja kebutuhan pokok hari itu juga dengan menggunakan uang amanah dari donatur KNJ.
Sulit menyebut kamar tempat bapak Mizwan tinggal sebagai sebuah rumah. Selain ukurannya yang kecil, dinding pun terbuat dari kayu. Hiburan untuk bapak berasal dari televisi yang berdekatan dengan kasur tempat beliau beristirahat. Terlihat sederhana bagi kami tetapi bagi beliau ruangan tersebut tempat terbaik melepas penat setelah dua kali dalam sehari berkeliling mencari barang bekas.
Bapak Mizwan tinggal bersama mertua dan kerabat beliau di situ, yang sama-sama bekerja sebagai pemulung. Mereka tidak perlu membayar uang kontrak dan biaya listrik sebab sudah ditanggung oleh atasan mereka. Sebagai gantinya, penghasilan yang mereka terima lebih sedikit sebab dipotong untuk membayar sewa tempat tinggal dan biaya listrik, air dan sebagainya.
Menderita polio sejak kelas 3 Sekolah Dasar, figur inspiratif asal Wonosobo ini terpaksa putus sekolah. Kemudian beliau mempunyai asa bisa berjalan walau tidak sempurna saat mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesantren. Berangkatlah beliau ke ibukota menjadi pemulung sebab penghasilannya sebagai guru mengaji di kampung tidak cukup untuk membiayai kebutuhannya dan istri.
Bapak Mizwan bekerja keras hingga meraup rata-rata Rp400 ribu dalam seminggu dengan berkeliling mencari barang bekas hingga bisa mencapai tujuh kali dalam sehari. Saking gigihnya bekerja, punggung beliau lama kelamaan sakit hingga membungkuk dan kaki mulai nyeri sebab terlalu berat membawa beban barang bekas hasil beliau memulung. Akhirnya beliau pun memulung memakai gerobak hingga sekarang ini dengan kondisi kaki yang sebenarnya masih terasa sakit. Rute yang beliau biasa lalui mulai dari sekitaran jalan dekat lampu merah Relasi, jalan Lapangan Bola hingga lampu merah Srengseng. Dua kali beliau mencari barang bekas, yakni pada sore usai Ashar dan jam 21:00 WIB. Penghasilan beliau per minggu antara Rp200 dan Rp300 ribu.
Menurut beliau, memulung memakai gerobak sebenarnya membuat sakit lebih terasa di bagian paha dan kaki sebab harus menggowes gerobaknya. “Saya kira gerobak itu bisa ngeringanin beban saya dari mikul terus harus jalan nahan kaki yang sakit eh ternyata dipikir-pikir malahan lebih berat karena tiap hari harus gowes.”
“Nah di situlah tulang-tulang jadi agak sakit. Apalagi kalau barang lagi penuh segerobak, nanjak sedikit aja sudah nggak bisa gowes, harus dorong,” aku pak Mizwan. Tetapi keuntungan yang didapat dari menggenjot gerobaknya sekarang adalah bapak Mizwan tak harus sesering dulu berkeliling sebab dalam satu gerobak bisa memuat antara dua dan tiga karung.
Pak Mizwan mengaku dirinya pernah diajak mengemis oleh seorang kenalan saat masih belum menikah. “Hampir mau sih mbak. Kita mau mulai di Pekalongan. Nanti jika saya mau ujung-ujungnya cuma mengejar di dunia. Ntar di akherat nggak dapat apa-apa,” kata pria ramah ini.
“Terus pasti yang dipikirkan cuma cari duit, cari duit. Dalam hati saya mikir, saya jangan sampai ikut orang ini, saya harus pulang,” tambahnya. Akhirnya dengan baik-baik pak Mizwan pun membatalkan rencananya tersebut kepada kenalannya tadi.
Kepada kami, pak Mizwan mengaku jika ada pekerjaan yang lain beliau akan senang menjalaninya sebab fisiknya yang sekarang memang membebani kerja beliau.
“Sebenarnya sih terlalu berat bagi saya sebab kondisi fisik saya begini tapi mau gimana lagi. Saya mempunyai beban nafkahin keluarga mau nggak mau saya jalani walau pun keadaan kaki terasa sakit,” kata ayah dari dua putri ini.
Harapan beliau saat ini dan di masa depan adalah menyaksikan dua putri cantiknya giat belajar di kampung agar memiliki masa depan yang lebih baik.
Demi memenuhi kebutuhan keluarga yang sangat beliau cintai, pak Mizwan sabar bekerja dengan menahan nyeri hingga suatu saat ia bisa mempunyai pekerjaan yang lebih baik dari sekarang.
“Selama nggak ada jalan lain saya tetap berjuang dan bersemangat,” pungkas pak Mizwan.
Editor: Eny Wulandari
Boleh tau alamat lengkap pak mizwan?
Halo mbak. Silahkan jika ingin bersilaturahmi ya ke beliau. Beliau tinggal kalau ga salah di jalan Panjang Arteri Kelapa Dua, gang D, Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Ancer2 nya gang tersebut nggak jauh dari SMA 65, mbak.. Terima kasih sebelumnya..
Halo, boleh bertanya untuk perkampungan mini pemulung tersebut ada sekitar berapa KK? Terima kasih 🙂
Halo kak, ada sekitar lebih dari 5 kepala keluarga disana.