Alhamdulillah bantuan berupa sembako dan uang dari donatur telah kami serahkan kepada sosok mulia bernama abah Amar dalam project eksekusi Januari tertanggal 21 Januari 2018.
Abah Amar, 75 tahun, merupakan penjual asinan keliling di daerah komplek Cipinang Indah. Abah biasa berjualan asinan mulai pukul 15.00 hingga pukul 21.00 dengan rute Cipinang Indah, Diskum, PWI hingga pasar Ciplak. Rute yang terbilang cukup jauh untuk Abah yang terbilang sudah tidak muda lagi.
Abah tinggal seorang diri di Jakarta. Istri abah berada di kampung sedang dua anaknya juga sudah menikah. Abah tinggal di sebuah kontrakan dekat masjid Asy-Syakirin, Cipinang Indah, di kontrakan milik pak haji Wahyu dengan biaya Rp500 ribu tiap bulannya. Untuk bahan-bahan membuat asinan biasanya abah membeli sendiri. Gerobak yang dipakai pun ternyata bukan milik abah. Gerobak itu adalah milik orang lain yang disewa oleh abah sebesar Rp11 ribu tiap harinya.
Di umur yang terbilang sudah tidak lagi muda, abah masih harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, membayar kontrakan, menafkahi istrinya di kampung dan juga menanggung biaya sekolah kedua cucunya.
Pendapatan abah sehari-hari berkisar Rp50 ribu. Abah pernah mendapati dagangan beliau tidak laku yang memaksa beliau membuang dagangannya dikarenakan bahan asinan hanya tahan satu hari saja.
Tapi biar begitu semangat abah tidak luntur sama sekali. Kesanggupan abah di usianya yang sekarang ini, terus mendorong keinginan abah untuk berjualan dan membuat langkah kaki abah seperti mengisyaratkan agar tidak menyerah pada keadaan.
Meskipun anak-anaknya telah menikah , tapi abah pantang meminta tanggungan terhadap anak-anaknya. Hal itu dikarenakan kedua anaknya tersebut perempuan dan salah satu dari anak abah tidak dapat berbicara (tunawicara). Mungkin karena itu juga yang membuat abah harus tetap bekerja dan menanggung semua beban tersebut. Meskipun sudah berumur sekalipun, beliau tetap berusaha sendiri untuk menanggung apa yang sudah menjadi kewajibannya, lalu bagaimana dengan kita? Salut untuk abah Arman.
Editor: Eny Wulandari