Kami bersyukur bisa bertemu dengan nenek Keptiah atau yang lazim disapa nenek Piyan untuk menyampaikan titipan donasi dari sahabat dan donatur KNJ dalam project eksekusi ke-59 Maret 2022 lalu.
Nenek Keptiah menjual buah-buahan di bawah fly over Kalibata, Jakarta Selatan. Beliau mulai berjualan bersama cucunya, Piyan Saputra atau Piyan, dari Senin hingga Jumat mulai pukul 15.00 hingga 23.00 WIB.
Di pagi hari, beliau berbelanja buah-buahan di Pasar Induk untuk dijual kembali di bawah fly over Kalibata. Dalam sehari, apabila buah buahan yang dijajakan laris, beliau biasanya membawa pulang Rp450 ribu. Jumlah tersebut merupakan pendapatan kotor dan dipotong untuk modal nenek sebesar Rp300 ribudari penghasilannya digunakan sebagai modal untuk belanja buah -buahan.
Untuk menjajakan dagangannya, nenek Keptiah harus menempuh perjalanan PP dengan ongkos Rp70 ribu per hari. Nenek tinggal bersama cucunya yang sebatang kara di rumah kontrakan rawan banjir di daerah Pasar Induk dengan biaya per bulan Rp500 ribu. Jika hujan turun, seringkali nenek Piyan dan cucunya harus mengungsi di tempat yang aman.
Ayah dari Piyan Saputra sudah meninggal dunia, sedangkan ibunya sudah menikah dan menetap di Jambi. Sang ibu tidak pernah sekalipun menghubungi atau mengunjungi nenek Keptiyah atau pun Piyan.
Piyan saat ini berumur 11 tahun. Ia sedang menempuh pendidikan SD di sekolah swasta dengan biaya Rp80 ribu per bulan di luar uang buku. Piyan tidak dapat bersekolah di sekolah negeri dikarenakan tidak memiliki akte kelahiran sebagai persyaratan administratif mendaftar di sekolah negeri.
Nenek Keptiah saat ini berusia 55 tahun. Beliau sering mengeluhkan kondisi kesehatannya, yaitu sulit berjalan, nyeri sendi, asam urat, pipi kaku seperti ada cairan, dan nyeri pinggang.
Nenek Piyan baru saja menjual tabung gas satu satunya karena kehabisan modal untuk membeli buah buahan. Saat donasi di berikan, nenek Keptiyah langsung menangis haru. Beliau tidak menyangka akan mendapatkan bantuan. Beliau mendoakan semoga para donatur selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Editor: Eny Wulandari