Eksekusi Bulan Ini, what's on|

Naik turun kehidupan kakek Yanto tidak membuat beliau patah semangat berusaha. Cuplikan kisah beliau membuat kami terkesima dengan semangatnya yang pantang menyerah. Kakek Yanto, 64 tahun, adalah sosok mulia atau solia yang memperoleh donasi dari sahabat dan donatur KNJ dalam project eksekusi ke-55 September ini.

Kakek Yanto lahir pada 1956. Beliau berasal dari Cirebon Timur, Jawa Barat. Beliau bertutur sudah menjual tahu gejrot sejak zaman presiden Soeharto. Tahu gejrot sendiri adalah camilan khas asal Cirebon yang gurih dan pedas.

Kakek Yanto berjualan tahu gejrot setiap hari dari pagi hingga malam hari. Setiap hari pula beliau harus mengejar setoran sebesar Rp85 ribu. Walhasil, kakek Yanto memperoleh laba bersih antara Rp30 dan Rp40 ribu setiap harinya. Sejak wabah COVID-19, dagangan beliau sepi pembeli. Kakek harus berkeliling di daerah Condet hingga Budaya, tidak lagi mangkal seperti sebelum pandemi.

Kakek Yanto tinggal di mess bersama penjual tahu gejrot lainnya. Ia mempunyai seorang istri dan lima orang anak. Empat anak beliau sudah bisa hidup mandiri sedangkan anak terakhirnya sedang duduk di bangku SMP. Ia dan sang istri tinggal di kampung halaman di Cirebon Timur.

Hidup kakek Yanto sungguh tidak mudah. Selama setahun terakhir, telinga beliau mengalami pembengkakan sehingga menjadi lebih kecil dan tidak dapat mendengar. Kaki kakek uga sakit. Pada 2011, beliau harus menjalani operasi hernia sehingga tidak bisa berdagang selama 18 bulan.

Meski demikian, beliau memegang teguh prinsip anti mengemis. Kami menanyakan: “Kakek kenapa nggak mengemis?”

Jawab kakek: “Malu orang kita mah nggak ada, nanti keturunan kita ngikut. Jadi kuat harus makan dari keringet sendiri. Malah kalau bisa saya ngasih ntah berapa”.

Harapan kakek yakni ingin hidup sehat agar bisa berusaha. Kakek sangat berterima kasih pada para donatur dan tim  Ketimbang Ngemis Jakarta yang telah memberikan apresiasi untuk beliau. Kakek juga mendoakan agar kita semua selalu diberikan kesehatan, amiin ya robbal’alamiin.

Penulis dan editor: Eny Wulandari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close Search Window