Mulai dari potongan mie halus berbalut bumbu sedap dalam semangkok laksa Betawi hingga secuil getuk lindri yang manis menggigit, kuliner nasional, khususnya Jakarta, selalu dirindukan oleh siapa pun.
Di tengah maraknya kafe gemerlap yang menawarkan latte atau cappuccino dan waralaba penjual snack impor, jajanan anak bangsa seiring waktu berjibaku memperoleh tempat di hati penikmatnya.
Sesekali luangkan waktu menjajal kuliner nostalgia tempo dulu yang selain membantu melariskan jualan sosok mulia ternyata memberikan pengetahuan supaya bisa semakin mencintai warisan makanan dari nenek moyang kita.
Nggak percaya? Dibaca ya hingga tuntas..
1. Laksa Betawi
Sepiring laksa Betawi mengandung nilai akulturasi budaya peranakan Tionghoa dan Melayu. Tak heran, laksa tak hanya dijumpai di Jakarta atau Bogor melainkan juga di Singapura dan Malaysia. Laksa Indonesia sendiri mengikuti jenis laksa penang dimana mie yang digunakan berbentuk bulat putih dan sedikit tebal.
Laksa berasal dari kata laksha dari bahasa Sanskerta (India kuno), yang berarti banyak. Hal ini diwujudkan dengan banyaknya bumbu dalam semangkuk laksa, sebagaimana terlihat dari warna kuah kuning-merah yang membuat lidah bergoyang untuk menyantapnya.
Sebagaimana diambil dari jakartakita.com, laksa Betawi mempunyai cita rasa yang berbeda dengan laksa dari daerah lainnya. Sama-sama menampilkan kuah berwarna kuning, laksa Betawi memasukkan udang rebon sebagai salah satu bahan ke dalam resep kuahnya. Cara penyajiannya juga berbeda. Dalam satu porsi laksa Betawi biasanya tersaji telur, ketupat, tauge pendek, daun kemangi dan kucai biasanya dimakan dengan semur Betawi.
Tak hanya meninggalkan warisan kuliner yang lezat, para pendahulu kita ternyata menitip pesan toleransi tinggi dalam semangkuk laksa Betawi yang akan lebih mantap jika kita santap beramai-ramai..
Contoh solia penjual laksa Betawi: kakek Soleh, sekitar 70 tahun (foto kakek menjadi foto utama artikel ini)
Lokasi jualan: Jalan sekitar Banjir Kanal Timur, tepatnya pas belokan jalan Inspeksi Ujung Menteng, Jakarta Timur.
2. Getuk
Di balik pintalan lonjong aneka warnanya, getuk lindri menyimpan cerita inspiratif yang berakar dari sejak zaman penjajahan Jepang. Getuk lindri adalah kudapan manis khas Jawa berbahan dasar getuk atau singkong. Singkong banyak dimanfaatkan para pendahulu kita saat dijajah Jepang sebagai pengganti beras. Beras kala itu banyak dianggap sebagai barang langka.
Menurut sejarahunik.net, warga Magelang, Jawa Tengah, saat itu berusaha mengolah getuk atau ketela sebagai makanan pokok yang mudah dijumpai di sekitar mereka.
Dari getuk kita belajar filosofi kesederhanaan yang diusung oleh nenek moyang kita. Getuk melambangkan kebersahajaan sekaligus kreativitas yang pernah generasi sebelumnya lakukan. Saat krisis ketiadaan beras, nenek moyang kita malah bisa mengolah singkong tak hanya menjadi bahan pangan utama tetapi juga kudapan tradisional yang legit hingga sekarang ini. Getuk lindri pun menjadi kudapan favorit banyak orang, tak hanya warga Magelang saja.
Contoh penjual getuk lindri: seperti yang terlihat di foto. Nama belum diketahui
Lokasi jualan: Cidodol-Kebayoran Lama.
3. Lepet
Lepet terbuat dari ketan yang dicampur kacang dan ditaburi dengan santan. Setelah itu lepet dibungkus menggunakan janur. Lepet terasa lengket yang menyimbolkan arti untuk semakin mempererat tali persaudaraan. Seperti diambil dari iain-surakarta.ac.id, lepet biasanya dibawa bersamaan dengan kupat ke handai taulan saat usai perayaan Idul Fitri sebagai ungkapan saling memaafkan dan tetap menggalang persaudaraan.
Contoh solia penjual lepet: ibu Sutinah, 80 tahun
Tempat jualan: Sekitar RS Husada, Mangga Besar