Minggu, 18 Desember 2016, menjadi salah satu hari yang mengesankan bagi kami. Cuaca yang cukup cerah membangunkan semangat kami untuk mencari kakek Mukri, salah satu solia yang akan menerima donasi dari donatur KNJ. Karena sebelumnya kami sudah janjian dengan sang kakek untuk bertemu. Ditambah info dari salah satu anggota KNJ bahwa sang kakek sudah mangkal di lokasi biasa dia berjualan, kami sangat yakin bahwa eksekusi akan berjalan dengan lancar dan cepat. Tanpa membuang waktu, kami pun berangkat dari Taman Menteng, Jakarta Pusat, menuju lokasi dimana sang kakek sehari-hari mencari nafkah. Kami menempuh perjalanan setidaknya satu jam dengan menggunakan sepeda motor. Cuaca yang sangat panas ditambah macet yang sedikit parah mewarnai perjalanan eksekusi kali ini menuju Kantor Pajak Kosambi, Rawa Buaya, Jakarta Barat.
Setelah melewati kemacetan ibukota yang cukup parah dari Citra Land hingga Indosiar, akhirnya kami pun bisa sampai di Kantor Pajak Kosambi, namun sayang sekali semua tidak sesuai dengan keyakinan kami, karena saat kami tiba di tempat dimana sang kakek biasa mangkal, nihil hasilnya. Sang kakek sudah tidak berada di tempat. Menurut pegawai toko yang berada di depan kantor pajak tersebut, sang kakek belum lama meninggalkan lokasi tersebut, sehingga kami pun memutuskan untuk keliling di sekitar lokasi tersebut dengan harapan dapat menemukan sang kakek. Setengah jam kami berkeliling namun hasilnya tetap nihil. Akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi tempat tinggal sang kakek, barangkali sang kakek sudah pulang.
Cukup sulit untuk menemukan tempat tinggal sang kakek karena sang kakek tinggal di gubug dipinggiran rel kereta Rawa Buaya. Menurut orang-orang sekitar stasiun Rawa Buaya, saat ini sudah tidak ada gubug-gubug di pinggiran rel kereta Rawa Buaya tersebut. Setelah satu jam kami mencari tempat tinggal sang kakek dan hasilnya tetap nihil dan sempat diberi informasi yang kurang jelas dari salah seorang warga, akhirnya kami bertemu warga yang mengenal kakek Mukri, kam ipun diberitahu dimana sang kakek tinggal. Karena motor tidak bisa masuk ke akses jalan dimana sang kakek tinggal, kami jalan kaki menuju tempat tersebut. Kami berjalan di pinggiran rel kereta Rawa Buaya dan kami melihat ada satu gubug kecil disana. Sesampainya digubug tersebut kami melihat pintunya digembok dan kami mencoba memanggil sang kakek berkali-kali namun tidak ada jawaban.
Kami pun memutuskan untuk kembali mencari kakek ke tempat beliau mangkal dan tetap nihil hasilnya. Beruntung ada seorang ibu-ibu yang memberitahu bahwa sang kakek setiap Minggu suka berjualan di pasar Bojong, Rawa Buaya. Kami pun langsung menuju ke pasar tersebut tetapi tetap tidak menemukan sang kakek. Karena sudah berjam-jam kami belum menemukan sang kakek, kami memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu sambil menunggu Ashar, karena menurut kakek, beliau berjualan hanya sampai Ashar.
Sudah memasuki waktu Ashar, kami pun mencoba sekali lagi untuk datang ke gubug kakek. Suatu kebahagiaan bagi kami karena akhirnya kami pun bertemu dengan sang kakek di gubugnya. Kakek yang berusia 80 tahun ini menerima kami dengan sangat ramah. Kakek Mukri meladeni pertanyaan kami dengan antusias. Kakek bercerita ia sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di pinggiran rel kereta Rawa Buaya. Dulu dia bekerja di tempat dimana ia biasa mengambil bambu untuk ia buat menjadi galah, namun karena toko tersebut mengalami kebangkrutan akhirnya sang kakek berpindah profesi menjadi penjual galah. Kakek asal Bogor, Jawa Barat ini, berjualan galah dari jam 7 pagi hingga Ashar. Ia tidak mau merepotkan anak-anaknya sehingga tetap bersemangat berjualan walau usianya sudah tidak muda lagi. Ia memiliki prinsip selagi ia masih sehat dan bisa berjalan, ia tidak ingin menerima uang dari anak-anaknya mau pun menantunya.
Kakek Sukri tinggal seorang diri di gubug tersebut, sedangkan istri beliau tinggal bersama tujuh orang anak dan 11 orang cucunya yang tinggal di dalam satu rumah di daerah Kalimati. Walupun sudah berumur 80 tahun sang kakek tetap terlihat sangat ceria. “Saya tadi ambil bambu dulu neng buat bikin galah, saya juga inget sudah janjian sama si eneng tapi bambunya habis jadi saya ambil bambu dulu dan langsung pulang neng,’ kata kakek menanggapi cerita kami yang sebelumnya tidak menemukannya. Kami ngobrol banyak sebelum akhirnya kami menjelaskan tujuan kedatangan kami. Dimulai dengan memperkenalkan KNJ dan awal mula kami bisa mengetahui keberadaan beliau, kami pun langsung menyerahkan titipan dari donatur.
Kakek Mukri terlihat sangat bahagia dan terharu saat kami menyodorkan uang donasi dan sembako ke beliau. Tak hentinya kakek Mukri mengucapkan terima kasih kepada donatur dan sahabat KNJ yang telah memberi perhatian dan bantuan kepada beliau, tak lupa beliau pun mendoakan para donatur dan sahabat KNJ supaya selalu diberkahi oleh Allah swt dan dimudahkan segala urusan dan rezekinya. Kami pun mengaminkan doa beliau. Terima kasih juga kakek Mukri atas pelajaran berharga tentang hidup kakek yang mandiri dan tetap bekerja keras meski sudah renta.
Editor: Lalu Abul Hasan Asyari